Sabtu, 22 Oktober 2011

Kumpulan Kutipan Puisi Favorite

 

Novel Laskar Pelangi


Kutipan dari novel Laskar pelangi, yang dibuat saat Ikal, Andrea Hirata bersekolah di SD Muhammadiyah, Gantong, Belitong. 

Dibuat saat SD Muhammadiyah sedang mengadakan kemah di Pangkalan Punai, karna Ikal sangat terkesan dengan takjubnya pemandangan yang di buat Tuhan begitu indah bak surgawi dunia. Selain berkemah, kebetulan mendapatkan tugas untuk membuat puisi, Ikal menuangkan kekagumannya dalam sebuah puisi berjudul Aku Bermimpi Melihat Surga.

Aku Bermimpi Melihat Surga

Sungguh, malam ketiga di Pangkal Punai aku bermimpi melihat surga
Ternyata surga tidak megah, hanya sebuat istana kecil di tengah hutan
Tidak ada bidari seperti yang di sebut-sebut dalam kitab suci
Aku melihat jembatan kecil
Seorang wanita berwajah jernih menyambutku
“inilah surge” katanya
Ia tersenyum, kerling matanya mengajakku menengadah
Seketika aku terkesiap oleh pantulan sinar matahari senja
Menyirami kubah-kubah istana
Mengapa sinar matahari berwarna perak, jingga, dan biru?
Sebuah keindahan yang asing
Di istana surga
Dahan-dahan pohon ara menjalar ke dalam kamar-kamar sunyi yang bertingkat-tingkat
Gelas-gelas Kristal berdenting dialiri air zamzam menebarkan rasa kesejukkan
Bunga petunia ditanam di dalam pot-pot kayu
Pot-pot itu digantungkan pada kosen-kosen jendela tua yang berwarna biru
Di beranda, lampu-lampu kecil disembunyikan di balik tilam, indah sekali
Sinarnya memancarkan kedamaian
Tembus membelah perdu-perdu di halaman
Surga begitu sepi
Tapi aku tetap ingin di sini
Karena kuingat janjimu Tuhan
Kalau aku datang dengan berjalan
ENGKAU akan memjemputku dengan berlari-lari



Susana di Pangkalan Punai saat pukul empat sore dari atas bukit kecil disisi barat daya Pangkalan. Saat sore menjelang, aku senang berlama-lama duduk sendiri di punggung bukit ini. Mendengar sayup-sayup suara anak-anak nelayan—laki-laki dan perempuan—menendang-nendang pelampung, bermain bola tanpa tiang gawang nun dibawah sana. Teriakan mereka tersa damai. Sekitar pukul empat sore, sinar matahari akan mengguyur barisan pohon cemara angin yang tumbuh lebat di undakan bukit yang lebih tinggi di sisi timur laut. Sinar yang terhalang pepohonan cemara angin ini membentuk segitiga gelap raksasa, persis ditempat aku duduk. Sebaliknya, disisi lain, sinarnya yang kontras menghunjam ke atas permukaan pantai yang dangkal, sehingga dari kejauhan dapat kulihat pasir putih dasar laut.

Jika aku menoleh ke belakang, maka aku dapat menyaksikan pemandangan padang sabana. Ribuan burung pipit menggelayuti rumpu-rumput tinggi, menjerit-jerit tak karuan, berebut tempat tidur. Di sebelah sabana itu adalah ratusan pohon kelapa bersaling-silang dan diantara celah-celahnya aku melihat betu-batu raksasa khas Pangkalan Punai. Batu-batu raksasa yang membatasi tepian Laut Cina Selatan yang biru berkilauan dan luas tak terbatas. Seluruh bagian ini tersirami sinar matahari dan aliran sungai payau tampak samapai jauh berkelok-kelok seperti cucuran perak yang dicairkan.
Sebaliknya, jika aku melemparkan pandangan lurus ke bawah, kea rah formasi rumah panggung yang berkeliling tadi, maka sinar matahari yang mulai jingga jatuh persis ke atap-atap daun nanga’ yang menyembul-nyembul di antar rindangnya dedaunan pohon santigi. Asap mengepul dari tungku-tungku yang membakar serabut kelapa untuk mengusir serangga magrib. Asap itu, diiringi suara adzan magrib, merayap menembus celah-celah atap daun, hanut pelan-pelan menaungi kampong seperti hantu, lamat-lamat merambati dahan-dahan pohon bintang yang berbuah manis, lalu hilang tersapu semilir angin, ditelan samudera luas. Dari balik jendela-jendela kecil rumah panggung ynag berserakan di bawah sana sinar lampu minyak yang lembut dan kuntum-kuntum api pelita menari-nari sepi.


Puisi untuk A Ling,

A Ling, lihatlah ke langit
Jauh tinggi di angkasa
Awan-awan putih yang berarak itu
Aku mengirimi bunga-bunga krisan untukmu


Jauh Tinggi
A Ling, hari ini aku mendaki Gunung Selumar
Tinggi, tinggi sekali, sampai ke puncaknya
Hanya untuk melihat atap rumahmu
Hatiku damai rasanya


Rindu
Cinta benar-benar telah menyusahkanku
Ketika kita saling memandang saat sembahyang rebut
Malamnya aku tak bisa tidur karena wajahmu tak mau pergi dari kamarku
Kepalaku pusing sejak itu......
Siapa dirimu?
Yang berani merusak tidurku dan selera makanku?
Yang membuatku melamun sepanjang waktu?
Kamu tak lebih dari seorang anak muda pengganggu!
Namun ingin kukatakan padamu
Setiap malam aku bersyukur kita telah bertemu
Karena hanya padamu, aku akan merasa rindu..
A Ling



Tidak ada komentar:

Posting Komentar